Welcome to My Blog

This is My Private Blog, Described as a Brief of Me.
Thanks for Visiting. Any commets of my post? please send to my e-mail.

Language

Rabu, Maret 30, 2011

Hutang Piutang

Kaya’nya kalo masalah ini udah sering ditemuin tiap orang, dari mulai utang-piutang dengan tetangga, kartu kredit, KTA, dll (kecuali orang yg cuma percaya full sama ATM doang, contohnya ya gw ini). Nih kejadiannya sekitar beberapa minggu yang lalu, waktu ngobrol sama orang yang gw gak sempat dan gak bisa ngasih pendapat pribadi gw.

Inti permasalahannya, itu orang minta tolong dibantu untuk pengobatan anggota keluarganya tapi nominal bantuannya dia tentuin karena sudah dihitung semua biaya pemondokan (makan, masak, dan sewa) dan pengobatan rutin selama dirawat (pengobatan alternative). Yang ngebantu, karena merasa dijadikan dalam posisi yang harus menerima (padahal yang sakit masih ada suami dan saudara kandung) akhirnya dipaksa-paksain buat ngebantu sesuai nominal yang diminta padahal bukan kerabat (gw tau dipaksain karena gw tau kehidupan sehari-harinya). Emang sih statusnya keluarga juga, tapi jadi keluarga karena sebab bukan karena darah dan keturunan.

Yang bikin gw gak seneng waktu yang minta tolong ngomong, kalo dia nanti punya uang untuk balikin pasti dia kembaliin ke orang yang ngebantu itu. Tapi nada omongannya seperti bermaksud “ah duit segitu, ntar juga bisa dibalikin”. Emang sih nominalnya ga gede (kalo kata orang yang punya duit), tapi itu sama aja mengurangi beban dia tapi menambah beban si penolong. Mungkin kalo ngebantu seikhlasnya dan tanpa patokan nominal gak akan terlalu berat bebannya. Gw aja kalo dipatok begitu ga bakalan sanggup, karena gw ada tanggung jawab untuk ngidupin penghuni rumah.

Sebenernya yang mau gw jelasin ke dia, gak semua utang kaya’ gitu bisa dibayar apalagi pake uang. Kali kalo ngebantu seikhlasnya bisa vice versa. Tapi kalo udah nentuin nominal? Coba dijabarin lagi. Ada 2 utang yaitu utang materi dan utang budi. Untuk kondisi seperti ini kalo itu orang mau mikir lagi, dia berhutang 2 untuk 1 kasus. Pertama utang materi yang katanya ntar bakal diganti kalo dia udah bisa balikin, kedua utang budi yang mungkin bisa vice versa dengan keikhlasan bantuannya. Tapi apa bisa membalas utang budi? Jika membantu dengan seikhlasnya mungkin bisa dengan menerima bantuan balasan yang ikhlas juga. Bagaimana dengan bantuan yang dipatok nominalnya seperti kondisi diatas? Menurut pendapat pribadi dang w anggap benar, ga bisa digantikan seikhlas apapun juga alias utang budi seumur hidup (bisa jadi). Kenapa gw bilang ga bisa dibayar? Karena coba liat bagaimana niat dia ngebantu (biarpun ada keberatan) dan liat juga besarnya pengorbanan dia yang sampai berdampak pada keluarganya. Apa cukup dengan memberi bantuan dengan ikhlas pada si penolong? Gak mungkin, sebab dia sudah mengorbankan hidup anggota keluarganya yang bergantung pada nafkah yang dia berikan sebagai tugas suami. Apakah mungkin bisa membalas utang budi seseorang yang membantu sampai mengorbankan hidup keluarga dan tanggung jawabnya sebagai sebagai kepala rumah tangga? Bagaimana dengan keluarga yang minta bantuan? Suaminya? Apa fungsinya punya keluarga dan suami tapi kalo dapat masalah malah dibebankan ke orang lain? Itu lebih cocok jadi ciri orang egois. “Money couldn’t solve everything” alias worthless.

Tidak ada komentar: