Welcome to My Blog

This is My Private Blog, Described as a Brief of Me.
Thanks for Visiting. Any commets of my post? please send to my e-mail.

Language

Minggu, Agustus 19, 2012

Agama Secara Universal

     Di dunia ini hanya 3 agama yang berasal dari langit yaitu: Islam, Kristen, dan Yahudi.  Pada dasarnya keyakinan masing-masing pada Tuhan yang Esa.  Perbedaan terletak pada aplikasinya.
     Yahudi
     Agama ini berbeda karena selain berpegang pada taurat, mereka merasa sebagai bangsa pilihan karena adanya janji Tuhan untuk mengangkat bangsa Israel sebagai kaum pilihan.  Mereka juga lebih menghargai nabi dari golongan kaumnya karena berasal dari bangsa pilihan itu.
     Kristen
     Agama ini berbeda karena adanya figur 3 Tuhan, sedangkan menurut penjabaran mereka sebenarnya Tuhan itu tetap satu, sedangkan Yesus adalah manusia yang mendapat titisan dari Tuhan.  Oleh karena itu dia mendapat derajat diatas manusia dan nabi lainnya.  Jika bahasa titisan kurang cocok, maka anggap saja mendapat kelebihan yang langsung diberikan sejak akan dikandung Maryam (Maria).  Sedangkan kitab Injil / Bible yang asli tidak ada karena Injil yang asli adalah nabi Isa (Yesus) sendiri, karena semua ajaran Allah yang diberikan langsung kedalam dirinya.  Sedangkan Injil yang sekarang adalah hasil tulisan murid-muridnya hingga ke Romawi.  Jadi, perbedaan antar Injil karena berasal dari murid yang berbeda dengan pemahaman yang berbeda dan kemampuan pemaparan dari pikiran ke dalam bentuk tulisan pula.
     Islam
     Agama ini berbeda karena adanya penegasan nabi Muhammad SAW adalah nabi terakhir dan diperuntukan bagi seluruh umat manusia, berbeda dengan nabi lainnya yang diturunkan kepada kaumnya.  Diberikan kitab Al-Qur'an yang merupakan gabungan dan penyempurnaan dari Taurat dan Injil.
     Intinya, dari semua agama ini tetap menyembah Tuhan yang Maha Esa.  Perbedaan karena lika-liku ajarannya saja.  Dalam Islam diajarkan, penghuni surga adalah kaum mukmin atau beriman bukannya muslim atau Islam.  Sedangkan dalam rukun iman adalah percaya pada:
Allah (Tuhan),
Malaikat-malaikat,
Nabi dan Rasul,
Kitab-kitab Allah,
Kiamat,
Qadha dan Qadar (nasib atau takdir).
Jadi maksudnya bisa dibilang, semua orang Islam itu beriman tapi bukan berarti orang beriman itu Islam.  Ga usah disambung ke ajaran lainnya dulu yang bersifat intermediate dan advance, ambil dasarnya aja dulu karena lewat dari ini, hukum dan dasarnya juga akan semakin kompleks.  Entah ada yang mau nganggap gw kafir, terserah aja.  Kan ada hukumnya juga bagi orang yang mengkafirkan orang lain, sama saja dengan mengkafirkan diri sendiri.
     Kalo ga seneng, ini secara logika pribadi.  Gw bukan dari pesantren, jadi ga kena kalo dikasih ajaran model doktrin yang harus di telan mentah-mentah.  Ajaran gw cuma: setiap tindakan untuk mencari pahala, sama ga mau ngerugiin orang lain entah dia muslim atau bukan.  Gampang ajarannya, susah aplikasinya kan.

Tobat

     Dalam agama Islam diajarkan tentang tobat bahwa "Tobat seseorang masih diterima sampai ketika nafas sudah di ujung tenggorokkan".  Memang masalah tobat adalah urusan Allah SWT untuk menerima maupun menolaknya.  Ini yang sering dijadikan alasan dan dasar umat Islam dalam berperilaku yang sewenang-wenang.
     Menurut saya pribadi, tidaklah logis jika orang terutama yang muslim untuk menggantungkan maupun berharap keringanan atas dosa-dosanya hanya dengan bertobat.  Mungkin ini bisa berlaku jika kesewenang-wenangannya hanya berdampak hanya pada satu individu.  Bagaimana jika akibat tindakannya berdampak berantai?
     Contohnya:  Istri maupun suami yang dzalim pada keluarganya.  Disaat dekat akhir hidupnya, dia bertobat seperti mulai shalat rutin dan perilaku yang baik terhadap keluarga.  Bagaimana jika akibat perilakunya semasa hidup mengakibatkan anak-anaknya ikut mencontoh dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.  Anggaplah anak-anak itu telah melihat contoh dari bayi hingga usia 20 tahun, apakah selama itu tidak cukup kuat mengakar pada diri anak? karena role model setiap hari yang dilihat adalah contoh yang buruk apalagi jika pelaku utama adalah ibunya sendiri.  Disaat ibunya mulai bertobat disaat akhir hidupnya jika diterima Allah maka terlalu enak nasib ibunya, padahal anak-anaknya menjadi cikal bakal penerus kehancuran keluarganya masing-masing.  Mereka juga dapat menjadi anak yang durhaka terhadap ayahnya karena mendapat contoh untuk selalu melawan ayah dan lebih menurut pada ibu (mungkin ini karena doktrin mengenai surga dibawah telapak kaki ibu yang saya anggap tidak sepenuhnya benar karena ada kriterianya juga untuk dapat menyandang surga di kaki ibu).
     Bagaimana dengan koruptor (KKN) dan tindakan suap?  Tentu saja mereka termasuk pada golongan yang saya anggap tobatnya akan ditolak.  Karena mereka menyulitkan hidup orang banyak, sedangkan hidup manusia sudah digariskan oleh Allah SWT.  Apakah para pelaku ini ingin membantu hak Tuhan dalam menentukan nasib seseorang?  Saya bukan orang yang berpegang pada ilmu kun fa ya kun, karena secara logika tidak ada solusi dan otak tidak ikut bekerja alias menyerahkan segala hal dengan harapan dengan kun fa ya kun semuanya teratasi.  Saya berpegang pada hidup manusia ditentukan dengan berusaha dan berdo'a. Jika tidak ada usaha untuk meningkatkan kualitas diri, bagaimana hidup akan berubah?  kalo secara kun fa ya kun jadinya seperti suap dan KKN karena dari hal yang mustahil pake ilmu kun fa ya kun langsung berubah 180 derajat.  Padahal Rasulullah SAW aja ngasih kampak untuk orang ngemis yang masih muda, tandanya manusia disuruh bekerja bukan sulap.  Makanya sekarang di Indonesia banyak ketemu orang yang saya anggap tidak berkualitas tapi hidupnya bergelimang harta.
     Oleh karena itu, jangan heran kalo negara ini semakin tenggelam ke arah kerusakan karena memang mayoritas rakyatnya juga yang menghendaki seperti ini.  Cobalah untuk mengkaji lagi bagaimana cara hidup kita.  Kemudian, cobalah untuk memikirkan darimana asal uang yang kita terima.  Seperti pedagang yang bisa mendapatkan keuntungan yang berlipat-lipat, maka akan saya katakan itu salah karena mereka tidak mengikuti cara berdagang yang islami dalam menentukan laba dagangannya.
     Jadi, jangan mengambil dalil agama hanya bagian yang menguntungkan saja tapi secara keseluruhan.  Oleh karena itu, tidaklah aneh jika banyak warga Indonesia yang tidak bangga pada negaranya.  Saya tidak akan menyalahkannya, karena sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbanyak didunia tetapi perilakunya banyak yang menyimpang dari agama alias tidak islami.  Justru negara dengan faham liberal barat yang lebih menerapkannya, biarpun bukan berdasarkan islam tetapi dengan tujuan untuk kesejahteraan warga negaranya.  Jika tidak sependapat, silahkan tanggapin ke email gw.

Senin, Agustus 06, 2012

Hutang Piutang part 2

     Mengenai hutang lagi, Mengapa dalam agama dikatakan :
1. Jika seorang manusia meninggal dalam kondisi berhutang maka semua amal ibadahnya ikut tertahan hingga masa hisab.
2. Jika seorang manusia yang meninggal dalam kondisi berhutang, maka akan dikumpulkan bersama para pencuri.
Disini jelas memiliki pengertian, segala hutang piutang akan tetap dikalkulasikan (hisab) dengan mengganti hutang yang tak terbayar dengan amal dunianya. Mengapa akan dikumpulkan dengan para pencuri? jika amalnya defisit maka sudah pasti hutang orang itu tak akan mampu terbayar. Jika ini sudah terjadi, sebutan apa yang lebih cocok untuk orang yang mengambil hak orang lainnya?
     Perlu diingat bahwa, setiap tindakan berawal dari niat. Ada niat yang baik dan juga sebaliknya. Bagi yang berniat baik, mereka berhutang dengan tujuan akan dibayarkan kembali berdasarkan perhitungan kemampuan untuk melunasi hutangnya. Bagaimana dengan niat yang salah (biar lebih halus bahasanya) seperti akan dibayarnya lihat saja nanti? dalam hal ini terlihat bahwa orang yang berhutang tidak memiliki keinginan untuk membayar karena dia tidak perduli untuk mempertanggung jawabkan terhadap hak yang akan dia ambil. Apa bedanya dengan pencuri? perbedaannya hanya pada cara mengambil, tetapi tujuannya sama. Bagaimana hukum untuk orang yang makan hasil curian? bagaimana juga hukum bagi orang yang memberikan nafkah dengan hasil curian? Bagaimana juga hukum orang yang makan dari hasil curian, sedangkan dia tau asal muasalnya?
     Bagaimana dengan hutang sebagai modal usaha? selama bisa dibayarkan, hal ini tidak menjadi masalah. Seandainya tidak bisa dibayar kembali? hal ini yang banyak terjadi sekarang. Dengan dalih membuka usaha, dan memperoleh modal dari hutang (pinjaman). Usaha yang didirikan dari perhitungan yang tidak matang sehingga hasilnya tidak sesuai harapan, maka dapat disamakan dengan judi karena mendapatkan keuntungan dengan merugikan pihak lain. Ada lagi kejadian, orang berhutang untuk usaha ketika usahanya tidak berhasil dia berhutang lagi dengan pihak yang sama atau lainnya. Apakah ini bisa dianggap berjudi dan mencuri?
     Bagaimana jika korupsi dan kolusi? Mungkin ini bisa disebut merampok karena merebut hak orang lain dengan cara memaksa agar sesuai dengan keinginan pribadi maupun kelompok.
     Bagaimana dengan nepotisme? hal ini banyak sekali terjadi, tidak hanya di level pejabat tapi berlaku juga pada pelamar kerja. Hal ini bisa disamakan juga dengan perampok karena mengambil hak orang lain. Mungkin jika terjadi dalam perusahaan milik keluarga, hal ini tidak terlalu menjadi masalah karena pemiliknya adalah family atau relative. Yang jadi masalah adalah jika terjadi di perusahaan umum karena setiap orang adalah sama dan memiliki hak yang sama pula dalam memperoleh rejeki.
     Pernah juga sempat dengar ada ustad atau kyai yang ceramah bilang "ada manusia yang memiliki rejeki dari bekerja, berdagang, mencuri, merampok, dll. Semua sudah diatur oleh Tuhan". Ini penceramah mungkin kurang ilmunya atau apa ya? namanya rejeki itu dari hasil yang halal. Jangan disinkronkan cara yang haram dengan rejeki yang telah diatur Tuhan. Sama juga seperti ceramah tentang tidak ada anak haram karena semua anak dilahirkan suci. Yang pasti, semua anak dilahirkan suci dari hasil hubungan yang halal. Bagaimana jika dari hasil yang tidak halal? silahkan pikir sendiri, nanti gw publish juga kalo udah dapet dasarnya yang cukup.
     Kesimpulannya, segala sesuatu tetap diperhatikan halal dan haramnya cara kita memperoleh sesuatu. Semua tetap memperhatikan efek atau imbas yang akan dihadapi orang lain akibat perbuatan kita. Jangan bersandar pada kata ikhlas karena sebagai penghutang selalu mengharapkan keikhlasan debitur. Yang miss adalah debitur ikhlas memberikan pinjaman, bukan mengikhlaskan pinjamannya.

Perempuan Sebagai Istri

     Banyak ditemui penyimpangan perilaku yang istri dengan sengaja mencampur-adukan semua permasalahan keluarga, salah satunya posisi sebagai istri terhadap suami dan anak pada keluarga kandungnya. Banyak istri yang rela mengorbankan keluarganya untuk memenuhi kemauan orang tuanya. Mereka sering menganggap posisinya sebagai anak yang berbakti dan taat pada orang tuanya yang telah melahirkan dan merawatnya sejak kecil.
     Memang benar, sebagai anak harus taat pada orang tua. Tetapi yang harus digaris bawahi, ada timeline mengenai fungsi anak perempuan. Bagi perempuan kewajiban berbakti pada orang tua sampai saat dia menikah, setelah dia menikah maka kewajibannya beralih pada suami sebagai kepala keluarganya, karena dengan berbakti pada suami maka dia juga telah berbakti pada orang tuanya. Gw pernah dengar dalilnya beberapa kali waktu ada penghulu yang nikahin, "Jika tidak ada Tuhan di dunia ini, maka suamimu adalah Tuhannya". Jadi setidaknya peringkat suami berada dibawah ajaran agama tentang rukun iman dan islam.
     Bagaimana dengan kewajiban sebagai istri? Sebagai istri, perempuan wajib mengurus segala kegiatan yang mendukung kelangsungan rumah tangganya. Seandainya memiliki pembantu rumah tangga? menurut saya, kewajiban terletak di pundak istri karena pembantu dipekerjakan untuk meringankan tugas di rumah karena ketidak mampuan istri dalam menjalankan rutinitas tugasnya. Jadi, hak dan kewajibannya hanya berlaku antara istri dan pembantu (baik mengenai masalah ibadah, makan, gaji, dll). Mengapa sering dianggap tanggung jawab pembantu dengan rumah tangga dengan suami sebagai kepala rumah tangga? kesalahan persepsi ini karena seharusnya istri yang mengurus rumah atas mandat suami, karena tidak mampu maka mandat tersebut dialihkan pada pembantu untuk meringankan tugas si istri dirumah. Oleh karena itu, pembantu rumah tangga sebenarnya bertanggung jawab atas pekerjaan mengurus rumah pada si istri dengan harapan agar suami majikannya puas akan hasil kerjanya. Jika ada suami yang memberi gaji pada pembantu rumah tangga, itu bukan karena kewajibannya tetapi karena kebaikan suami terhadap istri karena dia masih bisa memberikan sesuatu yang lebih pada orang lain.
     Seandainya pada kondisi suami dan istri yang bekerja? Inti ajarannya adalah suami bekerja untuk mencari nafkah anggota keluarganya, sedangkan istri mengurus rumah dan berbakti pada suami. Dalam kondisi ini, tidak ada kewajiban bagi istri untuk memberikan penghasilannya untuk keperluan rumah atau dengan kata lain, penghasilannya adalah murni hak pribadi istri. Jika istri ikut memberikan berapa bagian pun penghasilannya untuk kebutuhan rumahnya maka dianggap sebagai amal akan kebaikan istri. Tidak ada hak suami di dalam penghasilan istri, dan tidak dibenarkan bagi suami untuk memaksakan secara keras maupun halus agar istri ikut andil dalam memberikan bantuan untuk keperluan rumah.
     Hal lainnya yang sering terjadi dalam kondisi jika istri bekerja adalah saat istri sakit. Secara umum faham yang berlaku ialah suami bertanggung jawab untuk menaungi semua anggota keluarganya. Bagaimana jika istri sakit akibat kelelahan karena pekerjaan yang menguras tenaga maupun pikiran? menurut saya, istri yang mempunyai kewajiban akan kondisi fisiknya. Mengapa? karena sakit tersebut disebabkan oleh pekerjaan yang diembannya setiap hari. Kecuali jika penghasilan suami tidak mencukupi untuk kebutuhan rumah tangganya, dan dengan penuh kesadaran meminta istri untuk ikut membantu meringankan bebannya maka suami harus ikut bertanggung jawab bagi kesehatan istri.
     Kesimpulannya, tidak semua keadaan rumah tangga menjadi tanggung jawab suami meskipun menyandang status sebagai kepala rumah tangga. Semua dikembalikan pada ajaran agama, dan dilakukan penyesuaian terhadap kondisi yang berlaku dengan tidak mementingkan ego pribadi dan lebih ditujukan untuk mencapai keluarga yang harmonis dan saling menyayangi.