Banyak ditemui penyimpangan perilaku yang istri dengan sengaja mencampur-adukan semua permasalahan keluarga, salah satunya posisi sebagai istri terhadap suami dan anak pada keluarga kandungnya. Banyak istri yang rela mengorbankan keluarganya untuk memenuhi kemauan orang tuanya. Mereka sering menganggap posisinya sebagai anak yang berbakti dan taat pada orang tuanya yang telah melahirkan dan merawatnya sejak kecil.
Memang benar, sebagai anak harus taat pada orang tua. Tetapi yang harus digaris bawahi, ada timeline mengenai fungsi anak perempuan. Bagi perempuan kewajiban berbakti pada orang tua sampai saat dia menikah, setelah dia menikah maka kewajibannya beralih pada suami sebagai kepala keluarganya, karena dengan berbakti pada suami maka dia juga telah berbakti pada orang tuanya. Gw pernah dengar dalilnya beberapa kali waktu ada penghulu yang nikahin, "Jika tidak ada Tuhan di dunia ini, maka suamimu adalah Tuhannya". Jadi setidaknya peringkat suami berada dibawah ajaran agama tentang rukun iman dan islam.
Bagaimana dengan kewajiban sebagai istri? Sebagai istri, perempuan wajib mengurus segala kegiatan yang mendukung kelangsungan rumah tangganya. Seandainya memiliki pembantu rumah tangga? menurut saya, kewajiban terletak di pundak istri karena pembantu dipekerjakan untuk meringankan tugas di rumah karena ketidak mampuan istri dalam menjalankan rutinitas tugasnya. Jadi, hak dan kewajibannya hanya berlaku antara istri dan pembantu (baik mengenai masalah ibadah, makan, gaji, dll). Mengapa sering dianggap tanggung jawab pembantu dengan rumah tangga dengan suami sebagai kepala rumah tangga? kesalahan persepsi ini karena seharusnya istri yang mengurus rumah atas mandat suami, karena tidak mampu maka mandat tersebut dialihkan pada pembantu untuk meringankan tugas si istri dirumah. Oleh karena itu, pembantu rumah tangga sebenarnya bertanggung jawab atas pekerjaan mengurus rumah pada si istri dengan harapan agar suami majikannya puas akan hasil kerjanya. Jika ada suami yang memberi gaji pada pembantu rumah tangga, itu bukan karena kewajibannya tetapi karena kebaikan suami terhadap istri karena dia masih bisa memberikan sesuatu yang lebih pada orang lain.
Seandainya pada kondisi suami dan istri yang bekerja? Inti ajarannya adalah suami bekerja untuk mencari nafkah anggota keluarganya, sedangkan istri mengurus rumah dan berbakti pada suami. Dalam kondisi ini, tidak ada kewajiban bagi istri untuk memberikan penghasilannya untuk keperluan rumah atau dengan kata lain, penghasilannya adalah murni hak pribadi istri. Jika istri ikut memberikan berapa bagian pun penghasilannya untuk kebutuhan rumahnya maka dianggap sebagai amal akan kebaikan istri. Tidak ada hak suami di dalam penghasilan istri, dan tidak dibenarkan bagi suami untuk memaksakan secara keras maupun halus agar istri ikut andil dalam memberikan bantuan untuk keperluan rumah.
Hal lainnya yang sering terjadi dalam kondisi jika istri bekerja adalah saat istri sakit. Secara umum faham yang berlaku ialah suami bertanggung jawab untuk menaungi semua anggota keluarganya. Bagaimana jika istri sakit akibat kelelahan karena pekerjaan yang menguras tenaga maupun pikiran? menurut saya, istri yang mempunyai kewajiban akan kondisi fisiknya. Mengapa? karena sakit tersebut disebabkan oleh pekerjaan yang diembannya setiap hari. Kecuali jika penghasilan suami tidak mencukupi untuk kebutuhan rumah tangganya, dan dengan penuh kesadaran meminta istri untuk ikut membantu meringankan bebannya maka suami harus ikut bertanggung jawab bagi kesehatan istri.
Kesimpulannya, tidak semua keadaan rumah tangga menjadi tanggung jawab suami meskipun menyandang status sebagai kepala rumah tangga. Semua dikembalikan pada ajaran agama, dan dilakukan penyesuaian terhadap kondisi yang berlaku dengan tidak mementingkan ego pribadi dan lebih ditujukan untuk mencapai keluarga yang harmonis dan saling menyayangi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar